Minggu, 13 Desember 2009

AIR MATA RASULULLAH oleh : Dr. Yusuf Qordhawi

Tiba-tiba dari pintu terdengar seseorang yang berseru mengucapkan salam. “Bolehlah saya masuk?” tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkan masuk, “Maafkanlah, ayahku sedang demam,” kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu. Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah, ”Siapakah itu wahai anakku?” “Tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru sekali ini aku melihatnya,”tutur Fatimah lembut. Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan pandangan yang menggentarkan. Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang. “Ketahuilah, dialah yang yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malaikat maut,” kata Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakan tangisnya. Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tidak ikut sama menyertainya.
Kemudian dipanggil Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini. “Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah? Tanya Rasulullah dengan suara yang amat lemah. “Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu”. Syurga-syurga terbuka lebar menanti kedatanganmu,”kata Jibril. Tapi itu ternyata tidak membuatkan Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan. “Engkau tidak senang mendengar kabar ini?” Tanya Jibril lagi. “Khabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?” “Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku:”Kuharamkan syurga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya,” kata Jibril.
Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh Rasulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang. “Jibril, betapa sakit sarakatul maut ini,” kata Rasulullah.
Perlahan Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang disampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka. “Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?”Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu. “Siapakah yang sanggup melihat kekasih Allah direnggut ajal,” kata Jibril. Sebentar kemudian terdengar suara Rasullah mengaduh, karena sakit yang tidak tertahankan lagi. “Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua maut ini kepadaku, jangan pada umatku. “Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi.
Bibinya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya. “Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku-peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah diantaramu. “Di luar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan. “Ummatii, umatii, ummatiii”-umatku, umatku, umatku”.
Dan, berakhirlah hidup manusia mulia yang member sinaran itu. Kini, mampukah kita mencintai sepertinya? Allahumma sholli ‘ala Muhammad wa baarik wa salim ‘alaihi. Betapa cintanya Rasulullah kepada kita.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar