Dua kali saya berfikir apakah saya akan pergi menemui adik kelas saya yang sejak awal menolak pergerakan KAMMI, dia ingin berdiskusi mengenai seluk beluk syiasah Islamiyyah yang ingin di terapkan di Indonesia.
Dalam hati saya antara dua pilihan ”pergi atau tidak". Banyak saudara-saudara seperjuangan saya yang dari awal menyarankan untuk diam saja. Tapi saya orangnya tidak seperti itu, mendiamkan apa yang orang lain ingin tahu padahal saya tahu. Ini tantangan saya berada di departemen kajstra. Bismillah...malamnya saya mulai dengan melahap buku ”Saat Dakwah Memasuki Wilayah Politik” (afwan baru sempat baca...)
Bila masyarakat sudah membenci orang-orang miskin dan menonjol-nonjolkan kehidupan dunia serta rakus dalam mengumpulkan harta maka mereka akan ditimpa empat bencana: zaman yang berat, pemimpin yang lalim, penegak hukum yang khianat, dan musuh yang mengancam." (H.R Ad-Dailami)
Negara ini, Indonesia, saat ini sudah seperti khilafah Utsmaniyah (Ottoman) Turki sebelum runtuh pada tahun 1924: korup, rakyat miskin, militer lemah dan pemimpin memperkaya diri dan lupa dengan ajaran agung Islam yang diyakininya. Saat itu Turki Utsmani dengan sekian banyak kekalahan dan kebobrokannya pada Perang Dunia I hingga dijuluki para musuh Eropa Kristiani sebagai "the sickman from Europe " (si penyakitan dari Eropa).
Marilah kita merenung sejenak, menghadapkan berita dari Rasulullah SAW tersebut di atas melalui lisan para perawinya dan realitas di negeri kita serta sejarah khilafah Islamiah yang buram. Betapa dari empat bencana yang diungkapkan dalam hadist Rasulullah SAW maupun sejarah lampau tersebut, ada benang merah yang sama: POLITIK. Tentunya tidak sekedar pengertian politik yang biasa kita pantau sebatas koalisi atau bagi-bagi kursi, tetapi politik dalam artian yang luas dan sebenarnya. Bencana yang ditimpakan berupa sistem politik yang buruk dalam hal pengayoman dan kebutuhan dasar masyarakat. Turki Utsmani runtuh karena melupakan ajaran asasi Islam tentang politik.
Politik atau fiqh siyasah adalah bagian dari ulumul syar'i (ilmu agama) yang dalam Fiqh Islam terdapat dalam bab Imamah dan Jihad. Secara etimologi, fiqh siyasah adalah ilmu yang mengatur tentang urusan negara baik dalam negeri maupun luar negeri. Ruang lingkupnya adalah ri'ayah (memelihara); riasah (kepemimpinan); idaroh (manajemen); nizhom (peraturan); dan tahtid (program). Imam Ghazali sendiri berujar, "Syari'ah harus dilindungi dengan daulah (negara atau politik)."
Itu semua terkait dengan misi besar seorang Muslim yakni yang difirmankan Allah SWT: "Kamu adalah ummat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman dan kebanyakan mereka adalah orang yang fasik." (Q.S Ali 'Imran, 3:110).
Sesuai dengan kaidah ushul fiqh: "Bila kewajiban tidak sempurna kecuali dengan sesuatu maka sesuatu itu adalah wajib hukumnya". Bila kewajiban menyeru ummat manusia tidak cukup berhasil atau efektif kecuali dengan politik maka politik adalah wajib hukumnya.
Kondisi umat islam yang berada dalam keterbelakangan, kekalahan siasah, keterpurukan budaya dan peradaban, disparitas social dan ekonomi, keterpecah belahan dan dominasi penjajah, menjadikan tugas utama gerakan dakwah merekonstruksi kepribadian muslim serta menegakkan kembali struktur dan sistem Islam di atas fondasi ideologi yang benar. Rekonstruksinya dengan mengagendakan perubahan-perubahan yang jelas bagi setiap pergerakan dakwah menuju pemberdayaan menyeluruh. Pertama pemberdayaan hal-hal yang bersifat ruhani dan mental. Kedua pemberdayaan hal-hal yang bersifat jasmani. Ketiga pemberdayaan yang menyangkut social. Keempat pemberdayaan yang berkaitan dengan ekonomi. Kelima pemberdayaan politik.
Sepanjang sejarahnya, gerakan dakwah yang terus menerus berkesinambungan itu dilakukan dengan menampilkan manhaj islami yang terpadu. Manhaj itu merupakan satu-satunya manhaj yang mampu menghadapi tantangan dan memiliki unsur-unsur pembentuk dan dinamika peradaban yang kokoh. Oleh karena itu, sekali lagi ditekankan, rekonstruksi kepribadian ummat, melancarkan gerakan kemanusiaan, mewujudakan kebangkian peradaban baru, dan beralih dari periode protes dan penyangkalan kepada periode memahami peran umat dengan segala persyaratan yang diperlukannya, harus menjadi agenda utama gerakan-gerakan dakwah dewasa ini.
Entah kenapa saya lebih sreg menyebutkan agenda perubahan itu sebagai ‘proyek peradaban islami’ sebagai tumpuan seluruh gerakan dakwah secara universal. Karena sasaran utamanya adalah memastikan tata nilai Islam benar-benar menjadi pengerti dan pemandu kehidupan umat manusia, juga mengendalikan identitas peradaban Islam di tengah-tengah kegalauan peradaban meterialistik sehingga akan terwujudnya kebaikan dan kesejahteraan seluruh umat manusia yang implikasinya sebagai rahmatan lilalamin.
Pada zaman sekarang sesungguhnya keberadaan politik sama halnya dengan teknologi. Keduanya netral dan bebas nilai ibarat air yang bening dalam gelas, yang akan berwarna sesuai apa yang kita masukkan ke dalamnya. Jika kita masukkan jus jeruk, ia akan berwarna kuning. Sementara jika kita masukkan air comberan maka hitamlah warna air itu. Bila politik dianggap kotor adalah karena diwarnai perilaku yang kotor. Maka kita berkewajiban menambah lebih banyak air bersih agar semakin beninglah air dalam gelas.
Ri'ayah (memelihara)
"........Dan barang siapa memelihara kehidupan seorang manusia maka seolah-olah ia telah memelihara kehidupan manusia seluruhnya........" (Q.S Al Maaidah, 5:32). Inilah yang dipraktekkan seorang Umar ibn Khattab sebagai khalifah yang rela berhitam-lebam punggungnya mengangkut berkarung-karung beras demi rakyatnya yang lapar. Ia pun salah seorang khalifah yang dicatat dengan tinta emas akan kebijakan-kebijakan administrasinya yang luar biasa dan berpihak pada kaum miskin, seperti menurunkan standar mahar (mas kawin) yang sangat selangit saat itu, dan menetapkan subsidi sosial dari baitul maal negara untuk rakyat miskin.
Kemudian yang mesti dilakukan pada saat ini adalah memberikan toleransi penuh kepada lawan-lawan siasah. Menghargai sarana-sarana mereka, puji mereka atas kebaikan yang terkandung dalam sarana-sarana tersebut, maklumi mereka jika melontarkan kritik keras yang menampakkan kebencian pribadi, manfaatkan kesempatan untuk saling memahami, serta berikan sepenuhnya hak-hak mereka tanpa mempersukar sesuai dengan keadilan dan undang-undang. Hal tersebut dapat diredakan oleh sikap lapang dada dan adil, mengibau kepada mereka untuk bersatu dan tolong menolong maka mereka akan menyambung seruan itu dengan tindakan.
Riasah (kepemimpinan)
"Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpinmu; sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka sebagai pemimpin maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim." (QS Al Maaidah, 5:51).
Di madinah, sebuah negara yang baru terbentuk, nabi muhammad menjadi pemimpin siasah sekaligus menjadi pemimpin agama. Ia sebagai Nabi, Kepala Negara, Panglima Tertinggi, Hakim Agung dan pembentuk hukum. Kekuasaan dan wewenang yang dimilikinya berdasarkan misi kenabian dari perintah Allah. Di madinah, yang oleh Mc Donald disebut sebagai negara Islam pertama yang telah dimiliki dasar-dasar politik bagi perundang-undangan Islam pertama yang telah memiliki dasar-dasar politik bagi perundang-undangan islam, Nabi Muhammas Saw dalam kapasitasnya sebagai kepala negara telah menerapkan dasar-dasar dan sendi-sendi bagi sebuah pemerintahan.
Untuk mengefektifkan fungsi negara madinah beliau telah menetapkan sistem, bentuk pemerintahan dan perangkat-perangkat negara. Nabi Muhammad juga telah menyusun sebuah perjanjian yang berfungsi sebagai dasar hukum dan konstitusi sebuah negara. Melalui konstitusi yang disusunnya, Nabi muhammad telah berhasil menyatukan semua golongan yang menjadi penduduk Madinah.
Memilih pemimpin tidak sekedar atas prinsip demokrasi vox populi vox dei (suara rakyat suara Tuhan) yang sangat kita ragukan legitimasi akidahnya atas nama Islam. Tetapi memilih pemimpin adalah hal esensial yang akan dimintai pertanggungjawabannya di depan Allah di hari kiamat nanti. Bahkan sejarah Islam mencatat upacara pemakaman Rasulullah SAW pun tertunda karena prioritas pemilihan khalifah yang akan memegang tampuk kepemimpinan ummat selanjutnya. Jelas ini bukan sekedar kebetulan biasa. Ini jelas sebuah sinyal betapa pentingnya kehati-hatian dalam memilih pemimpin. Terlebih lagi bagi yang dipilih menjadi pemimpin di mana ia harus berlaku amanah dan tidak boleh meminta-minta jabatan. Seorang Umar ibn Khattab bahkan sepanjang masa pemerintahannya tidak bisa tidur lelap karena memikirkan nasib rakyatnya. "Jika ada ada seekor keledai sekalipun mati kelaparan di tepi sungai Eufrat (wilayah Irak sekarang), jelas itu tanggung jawabku yang akan aku pertanggungjawabkan di hari kiamat nanti."
Dalam ungkapan seorang tokoh pejuang nasional kita, KH Agus Salim yang hidup jujur dan sederhana seumur hidupnya dan berpantang hidup mewah, "leiden is lijden" (memimpin itu menderita). Seorang Agus Salim yang mantan menteri luar negeri pertama RI dan fasih berbicara sembilan bahasa itu wafat dalam kondisi miskin di sebuah rumah kontrakan tua di gang sempit di bilangan Jakarta.
Idaroh (manajemen)
"Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti bangunan yang tersusun kokoh." (QS Ash-Shaff, 61:4).
Terkait dengan poin 2 di atas, ada adagium manajemen menyatakan, "Leadership is how to do the right thing, and management is how to do the thing right" (kepemimpinan adalah bagaimana melakukan hal yang benar, dan manajemen adalah bagaimana melakukan hal dengan benar). Khalifah Ali bin Abi Thalib juga berkata, "Kebatilan yang terorganisasi akan mengalahkan kebenaran yang tidak terorganisasi". Inilah problem ummat Islam. Kita tahu konsep dan teori namun kita lemah dalam kinerja dan pelaksanannya. Justru ummat di luar Islamlah yang lebih kongkret mewujudkan sesuatu yang asalnya bersumber dari Islam. Contohnya, seperti penjelajahan ruang angkasa yang dipelopori Uni Soviet dan Amerika Serikat meskipun Allah telah mengisyaratkannya dalam Surah Ar-Rahman ayat 33.
Nizhom (peraturan)
"Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Qur'an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya yaitu kitab-kitab dan batu ujian terhadap kita-kitab tersebut, maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang........" (QS. Al Maaidah, 5:48).
Kalangan aktivis siasah dan intelektual muslim mencoba memproyeksikan islam sebagai sebuah ideologi yang menjadi landasan perjuangan siasah dan pembentukan peradaban. Al-maududi, seperti juga intelektual muslim lainnya, yang telah menegaskan bahwa ideologi yang dibangunnya didasarkan kepada doktrin al-hakimiyyah li Allah (kedaulatan ilahiah). Menurut Karen Amstrong, ideologi yang dibangun al-maududi menghujam langsung ke persoalan modern dan menentang semua etos kaum sekuler, sebab Allah-lah pada hakikatnya yang mengatur seluruh urusan. Dai adalah pembuat undang-undang tertinggi. Oleh karena itu, manusia tidak mempunyai hak untuk membuat hukum demi mengatur kehidupannya.
Segala sesuatu ada aturannya. Bahkan burung bangau yang bermigrasi lintas benua pada setiap pergantian musim pun tertib mengikuti aturan terbang dalam pola huruf "V" bersama kawanannya. Tidak dapat semua dinisbikan atau dinihilkan atas nama demokrasi. Sesungguhnya batas kebebasan seseorang adalah hak orang lain.
Tahtid (program)
"Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif (berpegang pada kebenaran). Dan sekali-kali bukanlah ia termasuk orang yang mempersekutukan Allah." (QS An Nahl, 16:120).
Selama tiga abad terakhir, siasah barat telah menjadi ideologi yang menyebabkan dunia islam terpaksa harus mengarungi perjuangan berat untuk melepaskan diri dari pengaruh kesadaran palsu yang telah berabad-abad lamanya mencengkram akal dan kebebasan berfikir. Dalam menghadapi tuntutan itu, semua gerakan dakwah hendaknya tetap berorientasi pada pembangunan masyarakat muslim. Gerakan dakwah sepanjang sejarahnya tidak boleh melalaikan setiap aspirasi nyata, bahkan harus selalu aspiratif terhadap cara pembangunan masyarakat muslim yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Ketika beliau membangun masyarakat di Madinah. Termasuk di dalamnya ialah melakukan perbaikan (ishlah) pada seluruh bidang kemasyarakatan yang telah mengalami pembusukan, serta memelihara kelangsungan dakwah dikalangan masyarakat muslim. Dalam prakteknya, proses ishlah yang dimaksud berwujud dakwah untuk kebaikan, amr ma’ruf nahi mungkar, dan penegakan sistem Islam dalam seluruh bidang kehidupan.
Selain unsur pemeliharaan, kepemimpinan, manajemen, aturan maka unsur pokok yang merupakan ujung tombak di lapangan adalah program. Kepedulian yang sedemikian tinggi serta kebijakan yang baik adalah nihil jika tidak ditindak lanjuti dengan langkah nyata di lapangan. Salah satu elemennya adalah keteladanan. Dengan keteladanan, orang akan melihat integritas seseorang dan bukti antara perkataan dan perbuatannya. Demikian banyak pemimpin di negeri ini gagal karena berbeda antara kata dan perbuatannya. Negeri ini pun terperosok karena kurangnya integritas pemimpin dan kalangan politisinya.
Sayyid Qutub memandang dalam perjalanan hidup Rosulullah terdapat empat tahapan dalam perjuangan dakwah yang harus diteladani secara utuh oleh kaum muslimin dalam upaya memperjuangakan tegaknya sistem Islam
Pertama Nabi Muhammad SAW membangun pribadi-pribadi muslim membentuk satu jamaah atau kelompok yang terdiri atas orang-orang yang memiliki komitmen untuk melaksanakan perintah Allah. Dalam tahapan ini Rosulullah mendidik para pengikutnya agar melepaskan diri dari kehidupan masyarakat jahiliyyah. Kedua kesediaan menarik diri dari kehidupan jahiliyah dan membentuk daerah muslim yang sebenarnya. Ketiga, nabi muhammad saw mendirikan negara islam di madinah. Keempat nabi muhammad saw melakukan ekspansi dakwah ke seluruh penjuru dunia. Keempat tahap ini sangat diperlukan ketika dakwah memasuki kancah politik pada zaman sekarang. Dengan memiliki tahapan yang jelas dalam upaya pencapaian tujuan dan sasaran siasahnya, tanpa melupakan kondisi objektif baik yang menyangkut potensi internal maupun eksternal.
Dibutuhkan lebih banyak suplai air bersih untuk menggelontor air comberan dan endapannya dalam gelas tersebut. Seperti perkataan Syaikh Asy-Syahid Izzuddin Al Qossam, mujahid Palestina pada perang 1948: "Dunia Islam tengah terbakar! Marilah kita memadamkannya, walau dengan sepercik air!".
Alhamdulillah...diskusi selesai. Saya melihat ada tanda-tanda ketidakpuasan pada adik tingkat saya itu terhadap apa yang telah saya jelaskan. Itu menjadi poin penting bagi saya. Mungkin saya tidak fokus terhadap materi atau sumber yang saya cari tidak tepat. Solusinya yang tiba-tiba terpikirkan saat itu adalah memberikan satu-satunya Formulir Pendaftaran Training Kepemimpinan Pemuda Islam tanpa dia minta, dilihat ada keragu-raguan dalam dirinya kemudian yang saya katakan ”ikuti saja trainingnya, percayalah tidak ada dalam Islam saling membunuh dalam menegakan syariat Islam yang salah satu caranya melalui Siasah”. Mudah-mudahan Allah mengampuni perkataan saya dan memberikan petunjuk padanya...
Wallahu a'lam bisshawwab.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar